Jumat, 11 April 2014

persalinan dengan penyulit kala 3 dan 4


A.      Latar Belakang
Angka kematian ibu ( AKI ) di Indonesia saat ini menjadi permasalahan yang sangat serius dan masih tertinggi di Asia. AKI Indonesia tahun 2007 adalah 307/100.000 kelahiran hidup ( SDKI, 2007 ). Dengan perhitungan ini, diperkirakan setiap jam dua orang perempuan mengalami kematian karena hamil atau melahirkan akibat komplikasi pada masa hamil atau persalinan. AKI pada proses persalinan dan kehamilan cukup tinggi. Bahkan target dari Millenium Development Goals ( MDGs ) adalah menurunkan AKI di Indonesia sebanyak 75% pada tahun 2015. Dengan demikian ditargetkan penurunan hingga 102/100.000 kelahiran hidup pada 2015.

Enam penyebab tingginya angka kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan, eklampsia, aborsi tidak aman ( Unsafe abortion ), partus lama, dan infeksi. Faktor lain yang meningkatkan AKI adalah buruknya gizi perempuan, yang dikenal dengan kekurangan energi kronis ( KEK ) dan anemia.

Persalinan dan kelahiran merupakan suatu kejadian fisiologis yang normal dalam kehidupan manusia. Lebih dari 80% proses persalinan berjalan normal, dan hanya 15-20% terjadi komplikasi persalinan. Namun jika tidak ditangani dengan baik, angka kejadian komplikasi tersebut dapat meningkat.
Salah satu penyebab penyulit pada kala III adalah atonia uteri dan retensio plasenta.

Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan post partum dini ( 50% ), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi post partum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan post partum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang  memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tdak berkontraksi.

Sedangkan retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah kelahiran bayi.Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan,infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata dapat terjadi polip plasenta dan terjadi degenerasi ganas korio karsinoman ( Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, hal 300 ).

Atonia uteri dan retensio plasenta masih sebagai satu penyebab terbesar terjadinya perdarahan post partum dan kematian maternal ,maka dari itu perlu penanganan yang tepat.


B.       Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui tentang Penyulit kala III dan IV persalinan ( Atonia Uteri dan Retensio Plasenta )




A.    PERSALINAN DENGAN PENYULIT KALA III
Penyulit Kala III Persalinan
Yang dinamakan perdarahan pasca persalinan secara tradisional ialah perdarahan yang melebihi 500 cc pada kala III. Perdarahan pasca persapersalinan sekarang dapat dibagi menjadi :
·         Perdarahan pascapersalinan dini adalah perdarahan 7,500 cc pada 24 jam pertama setelah persalinan
·         Perdarahan pascapersalinan lambat ialah perdarahan 7,500 cc setelah 24 jam persalinan
Perdarahan pascapersalinan merupakan penyebab penting kematian ibu:1/4 dari kematian ibu disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan tidak menyebabkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditasnifas karena anemia akan menurunkan daya tekan tubuh sehingga sangat penting untuk mencegah perdarahan yang banyak.


1.      ATONIA UTERI
Pengertian Atonia Uteri
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini  (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi. Batasan: Atonia uteri adalah uterus yang tidak berkontraksi setelah janin dan plasenta lahir.

Sebagian besar perdarahan masa nifas (75 sampai 80 persen) adalah akibat atonia uteri. Faktor faktor yang menyebabkan predisposisi untuk atonia uteri  masa nifas.
Cedera selama kelahiran adalah penyebab perdarahan masa nifas yang nomor dua terbanyak ditemukan. Selama kelahiran pervaginam, laserasi pada serviks dan vagina dapat terjadi secara spontan tetapi lebih sering ditemukan setelah penggunaan forsep atau ekstraktor vakum. Dinding pembuluh darah dalam jalan lahir mengembangkan selama kehamilan, dan dapat terjadi perdarahan yang banyak.  (hacker/moore,2001)

Penyebab :
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor predisposisi (penunjang ) seperti :
Ø  Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi.
Ø  Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
Ø  Multipara dengan jarak kelahiran pendek
Ø  Partus lama / partus terlantar
Ø  Malnutrisi.
Ø  Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya plasenta belum terlepas dari inding uterus.

Gejala Klinis:
·         Uterus tidak berkontraksi dan lunak
·         Perdarahan segera setelah plasenta dan janin lahir (P3).

Pencegahan atonia uteri
Atonia uteri dapat dicegah dengan Managemen aktif kala III, yaitu pemberian oksitosin segera setelah bayi lahir (Oksitosin injeksi 10U IM, atau 5U IM dan 5 U Intravenous atau 10-20 U perliter Intravenous drips 100-150 cc/jam. Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.Oksitosin mempunyai onset yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti preparat ergometrin. Masa paruh oksitosin lebih cepat dari Ergometrin yaitu 5-15 menit. Prostaglandin (Misoprostol) akhir-akhir ini digunakan sebagai pencegahan perdarahan postpartum.



Penanganan Atonia Uteri (Penanganan Umum)
·         Mintalah Bantuan. Segera mobilisasi tenaga yang ada dan siapkan fasilitas tindakan gawat darurat.
·       Lakukan pemeriksaan cepat keadaan umum ibu termasuk tanda vital.
·       Jika dicurigai adanya syok segera lakukan tindakan. Jika tanda -tanda syok tidak terlihat, ingatlah saat melakukan evaluasi lanjut karena status ibu tersebut dapat memburuk dengan cepat.
·       Jika terjadi syok, segera mulai penanganan syok.oksigenasi dan pemberian cairan cepat, Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
·       Pastikan bahwa kontraksi uterus baik:
·       Lakukan pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan darah. Bekuan darah yang terperangkap di uterus akan menghalangi kontraksi uterus yang efektif. berikan 10 unit oksitosin IM
·       Lakukan kateterisasi, dan pantau cairan keluar-masuk.
·       Periksa kelengkapan plasenta Periksa kemungkinan robekan serviks, vagina, dan perineum.
·       Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
·         Setelah perdarahan teratasi (24 jam setelah perdarahan berhenti), periksa kadar Hemoglobin:
o   Jika Hb kurang dari 7 g/dl atau hematokrit kurang dari 20%( anemia berat):berilah sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 120 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan.
o   Jika Hb 7-11 g/dl: beri sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 60 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan.
Penanganan Khusus
Ø  Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri.
Ø   Teruskan pemijatan uterus.Masase uterus akan menstimulasi kontraksi uterus yang menghentikan perdarahan.
Ø  Oksitosin dapat diberikan bersamaan atau berurutan
Ø   Jika uterus berkontraksi.Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera.
Ø   Jika uterus tidak berkontraksi maka :Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & ostium serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong.  Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan lakukan transfusi sesuai kebutuhan.
Ø   Jika perdarahan terus berlangsung:
Ø  Pastikan plasenta plasenta lahir lengkap;Jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta (tidak adanya bagian permukaan maternal atau robeknya membran dengan pembuluh darahnya), keluarkan sisa plasenta tersebut.Lakukan uji pembekuan darah sederhana.
Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati.
Ø   Jika perdarahan terus berlangsung dan semua tindakan di atas telah dilakukan, lakukan:
Kompresi bimanual internal atau Kompresi aorta abdominalis Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
Ø   Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI,Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat.
Ø   Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera.
Konsep Dasar
Atonia uteria (relakasai otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (Depkes Jakarta ; 20 02)
Definisi dari atonia uteri adalah suatu keadaan dimana terjadinya kegagalan otot rahim yang menyebabkan pembuluh darah pada bekas implantasi plasenta terbuka sehingga menimbulkan perdarahan.

Etiologi
Penyebab tersering kejadian pada ibu dengan atonia uteri antara lain :
a)      Overdistension uterus seperti: gemeli, makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi
b)      Umur yang terlalu muda atau tua
c)      Multipara dengan jarak kehamilan pendek
d)     Partus lama/partus terlantar
e)      Mal nutrisi
f)       Salah penanganan dalam usaha melahirkan plasenta, sedangkan sebenarnya belum terlepas dari uterus
g)      Grandemultipara
h)      Uterus yang terlalu tegang
i)        Plasenta previa dan solusio plasenta
j)        Hipertensi dalam kehamilan
k)      Infeksi uterus
l)        Anemia berat
m)    Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan
n)      Riwayat perdarahan pasca persalinan sebelumnya, riwayat plasenta manual
o)      Pimpinan kala III yang salah dengan memijit mijit atau mendorong – dorong uterus sebelum plasenta terlepas
p)      IUFD yang sudah lama
q)      Penyakit hati
r)       Emboli air ketuban (koagulapati)
s)       Tindakan operatif dengan anastesi umum yang terlalu dalam
Manifestasi klinik
Tanda dan gejala yang khas pada atonia uteri jika kita menemukan uterus tidak berkontraksi dan lembek, perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer)

Penanganan khusus
Jika terdapat tanda – tanda sisa plasenta, keluarkan sisa plasenta tersebut, lakukan uji pembekuan darah sederhana, jika perdarahan terus berlanjut dan tindakan di atas telah dilakukan, lakukan KBI, kompresi aorta abdominalis, jika perdarahan terus berlanjut setelah di lakukan kompresi lakukan ligasi arteri uterine dan ovarika, lakukan histeroktomi jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa setelah ligasi

Kompresi Uterus Bimanual.
Peralatan : sarung tangan steril; dalam keadaan sangat gawat; lakukan dengan tangan telanjang yang telah dicuci
Teknik :
·         Basuh genetalia eksterna dengan larutan disinfektan; dalam kedaruratan tidak diperlukan,
·         Eksplorasi dengan tangan kiri
·         Sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina.Tangan kanan (luar) menekan dinding
        abdomen diatas fundus uteri dan menangkap uterus dari belakang atas.
·         Tangan dalam menekan uterus keatas terhadap tangan luar,ia tidak hanya menekan
       uterus, tetapi juga meregang pembuluh darah aferen sehingga menyempitkan lumennya.
·         Kompresi uterus bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan dalam waktu 10-15 menit.

Biasanya ia sangat baik mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan perdarahan secara sempurna.Bila uterus refrakter oksitosin, dan perdarahan tidak berhenti setelah kompresi bimanual, maka histerektomi tetap merupakan tindakan terakhir.

KBI ( kompresi bimanual interna) dan KBE (kompresi bimanual eksterna)
Kompresi bimanual interna dan eksterna merupakan salah satu upaya pertolongan pertama pada perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh atonia uteri. Tindakan ini bertujuan menjepit pembuluh darah dalam dinding uterus serta merangsang miometrium untuk berkontraksi. Kompresi Bimanual Interna harus segera dilakukan apabila uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (masase) pada fundus uteri. Karena ada intervensi tangan penolong yang masuk ke dalam jalan lahir, tindakan ini lebih dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi pada pasca partum. Oleh karena itu, penerapan teknik septik-aseptik sangat membantu dalam menurunkan angka kejadian infeksi setelahnya. Kompresi bimanual interna dan eksterna dikerjakan dengan disertai pemberian cairan infus yang ditambahkan uterotonika (oksitosin 20 UI ) didalamnya.

Bila kompresi bimanual pada uterus tidak berhasil dan perdarahan tetap terjadi lakukan kompresi aorta , cara ini dilakukan pada keadaan darurat sementara penyebab perdarahan sedang dicari.Sesuai standar pelayanan kebidanan (standar 20: penanganan perdarahan postpartum primer) bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24 jam pertama setelah persalinan (perdarahan post partum primer) dan segera melakukan pertolongan pertama kegawat daruratan untuk mengendalikan perdarahan.. Dengan demikian, suatu keharusan bagi bidan untuk mampu dan kompeten melakukan tindakan Kompresi Bimanual Interna dan Eksterna dan Kompresi Aorta Abdominal pada pasien dengan atonia uteri.


2.      RETENSIO PLASENTA
Pengertian Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah plasenta masih berada didalam uterus selama lebih dari satu jam. Karena retensio plasenta menimbulkan perdarahan, harus diambil tindakan untuk mengeluarkan nya. Penyebab retensio plasenta adalah: -plasenta yang sudah terlepas atau sebagian terlepas kalau, setelah suntikan oksitosin, serviks yang menutup menghalanginya.
o   Retensio Plasenta adalah plasenta yang belum lepas setelah bayi lahir, melebihi waktu   setengah jam (Manuaba, 2001: 432).
o   Retensio Plasenta ialah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga 30 menit atau lebih setelah bayi (Syaifudin AB, 2001).
o  Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir daam waktu 1 jam setelah bayi lahir (Rsustam Mochtar, 1998 : 299).

Istilah retensio plasenta dipergunakan, kalau plasenta belum lahir ½ jam sesudah anak lahir.
Sebab sebab :
1.      Sebab sebab fungsioniil
·         his kurang kuat (sebab terpenting)
·         plasenta sukar terlepas karena :
-          Tempatnya : insersi di sudut tuba
-          Bentuknya : plasenta membranacea, plasenta anularis.
-          Ukurannya : plasenta yang sangat kecil
Plasenta yang sukar lepas karena sebab-sebab tersebut di atas disebut plasenta adhaesiva.

2.        Sebab patologi-anatomis:
·         placenta accrete
·         placenta increta
·         placenta percreta
(Obstetri Patologi,Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran,Bandung)

Atonia uterus,yang disertai oleh perdarahan
Perlengketan plasenta abnormal.dalam keadaan yang relatif jarang ini (>1:1500 kelahiran), trofoblas menginvasi desidua dan miometrium dalam berbagai derajat yang berbeda (plasenta akreta) atau mengadakan penetrasi ke lapisan serosa (plasenta perkreta). (DEREK LLEWELLYN – JONES)

Penyebab
a.    Plasenta belum lepas dari didnding uterus
b.    Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan (disebabkan karena tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III)
c.    Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta
d.    Plasenta melekat  erat pada dinding uterus oleh sebab vili korealis menembus desidua sampai miometrium-sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta)
Penatalaksanaan
a.         Jika plasenta terliahat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengejan. Jika anda dapat
        merasakan adanya plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut.
b.    Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan, lakukan katerisasi kandung
        kemih
c.     Jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 Unit IM, jika belum dilakukan dalam \
        penanganan aktif kala III
d.    Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin dan uterus terasa
        berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali
e.     Jika traksi tali pusat terkendali belum berhasil, cobalan untukmengeluarkan plasenta
        secara manual. Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji pembekuan darah
        sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan
        lunak yang dapat pecah dengan mudam menunjukan koagulapati
f.     Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, secret vagina yang berbau), berikan antibiotik
       untuk metritis.

3.      ROBEKAN JALAN LAHIR
Pengertian Robekan Jalan Lahir
Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir.
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robelan servik atau vagina.
Robekan Serviks
Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan servik uteri.


RobekanVagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.Robekan Perineum Robekan  perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika


4.  INVERSIO UTERI
Pengertian Inversio Uteri
Adalah pembalikan bagian dalam luar pada rahim dalam tahap persalinan ketiga. Ini amat jarang terjadi hanya pada sekitar satu dari 20.000 kehamilan. Segera setelah tahap kedua,rahim agal bersifat atonik,serviks terbuka,dan plasenta melekat. Penanganan tak semestinya pada tahap ketiga dapat menyebabakan inversio uteri iatrogenik (hacker/moore 2001)
Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk kedalam kavum uteri, dapat secara mendadak atau perlahan. Kejadian ini biasanya disebabkan pada saat melakukan persalinan plasenta secara Crede, dengan otot rahim belum berkontraksi dengan baik. Inversio uteri memberikan rasa sakit yang dapat menimbulkan keadaan syok adapun menyebutkan bahwa inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya kedalam kavum uteri.
Pada inversio uteri, uterus terputar balik, sehingga fundus uteri terdapat dalam vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar. Keadaan ini disebut inversio inversio uteri completa.
Kalau hanya fundus menekuk ke dalam dan tidak keluar ostuim uteri, disebut inversio uteri incomplete. Kalau uterus yang berputar balik itu keluar dari vuva, disebut inversio prolaps.
Inversio uteri jarang terjadi, tetapi jika terjadi dapat menimbulkan shock yang berat. ( obstetri patologi,1984)

Pada inversio uteri, uterus terputar balik, sehingga fundus uteri terdapat dalam vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar. Keadaan ini disebut inversio inversio uteri completa.
Kalau hanya fundus menekukke dalam dan tidak keluar ostuim uteri, disebut inversio uteri incompleta
Kalau uterus yang berputar balik itu keluar dari vuva, disebut inversio prolaps.
Inversio uteri jarang terjadi, tetapi jika terjadi dapat menimbulkan shock yang berat. ( obstetri patologi,1984)

Pada inversio uteri, uterus terputar baik sehingga fundus uteri terdapat dalam vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar. Keadaan ini disebabkan inversio uteri komplek.
Jika hanya fundus menekuk ke dalam dan tidak keluar astium uteri, disebut inversio uteri inkomplet. Jika uterus yang berputar balik itu keluar dari vulva, disebut insersio prolaps. Inversio uteri jarang terjadi, tetapi jika terjadi, dapat menimbulkan syok yang hebat.
Penyebab Inversio Uteri
1. Tonus otot rahim yang lemah
2. Tekanan atau tarikan pada fundus (tekanan intraabdominal, tekanan dengan
    tangan, dan tarikan pada tali pusat)
3. Kanalis servikalis yang longgar.
   Oleh karena itu, inversio uteri dapat terjadi saat batuk, bersin atau mengejan,
   juga karena perasat crede.


Gejala-gejala
1. Syok
2. Fundus uteri sama sekali tidak teraba tekukan pada fundus
3. Kadang-kadang tampak sebuah tumor yang merah di luar vulva ialah fundus
    uteri yang terbaik atau teraba tumor dalam vagina.
4. Perdarahan.

Pragnosis
Makin lambat keadaan ini diketahui dan diobati makin buruk pragnosisnya. Tetapi jika pasien dapat mengatasi 48 jam dengan inversio uteri, pragnosis akan baik.

Terapi
1. Atasi syok dengan pemberian infus ringer taktat dan bila perlu transfusi darah
2. Reposisi manual dalam anestesi umur sesudah syok teratasi (secara Johnson). Jika plasenta belum lepas, baiknya plasenta jangan dilepaskan dulu sebelum uteri di reposisi berhasil, diberi drip oksitosin dan dapat juga dilakukan kompresi bimanual. Pemasangan tampon rahim dilakukan supaya tidak terjadi lagi insersio.
3. Jika reposisi manual tidak berhasil, dilakukan reposisi operatif.
 Uterus dikatakan inversi jika uterus terbalik selama pelahiran plasenta. Reposisi uterus harus dilakukan segera. Semakin lama cincin konstriksi di sekitar uterus yang inversi semakin kaku dan uterus lebih membengkak karena terisi darah.
-          Jika ibu mengalami nyeri hebat, berikan petidin 1mg/kg berat badan (tetapi tidak lebih  
        dari 100mg) melalui IM atau IV secara perlahan atau berikan morfin 0,1mg/kg berat  
        badan melalui IM.
-          Jika perdarahan berlanjut, kaji status pembekuan darah dengan menggunakan uji
       pembekuan darah di sisi tempat tidur. Kegagalan darah untuk membeku setelah tujuh
       menit atau terbentuk bekuan darah lunak yang mudah pecah menunjukan koagulopati.
-          Berikan dosis tunggal antibiotik profilaksi setelah memperbaiki inversi uterus.
-          Ampisilin 2g melalui IV DITAMBAH metronidazol 500mg melalui IV
-          Atau sefazolin 1g melalui IV DITAMBAH metrinidazol 500mg melalui IV
Jika terdapat tanda tanda infeksi (demam,rabas vagina berbau busuk),berikan antibiotik sebagaimana untuk mengobati metritis
Jika dicurigai terjadi nekrosis, lakukan histerektomi per vagina. Histerektomi per vagina dapat memerlukan rujukan ke pusat perawatan tersier. (buku saku manajemen komplikasi kehamilan dan persalinan, 2006)


B. PERSALINAN PENYULIT  KALA IV
Definisi
Yang dimaksud dengan perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah persalinan berlangsung.Haemorragic post partum (HPP) biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah melahirkan (Marylin E Doengoes, 2001). Perdarahan post partum tahap primer: perdarahan post partum terjadi dalam 24 jam pertama.  Penyebab: atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir, terbanyak dalam 2 jam pertama.
Perdarahan post partum tahap sekunder: perdarahan post partum terjadi setelah 24 jam pertama.  Penyebab: robekan jalan lahir, dan sisa plasenta atau membrane.

Syok obstetrik
Pasien kadang kadang dapat mengalami hipotensi tanpa perdarahan luar yg bermakna. Keadaan ini disebut syok obstetrik. Penyebab syok obstetrik antara lain adalah perdarahan yang tersembunyi,inversi rahim,dan embolisme cairan amnion.
Kalau jahitan pertama pada apeks vadina dari insisi epiostomi tidak memadukan potongan dan arteriol yang direktasi,arteriol dapat terus bertambah,menimbulkan suatu hematoma yang dapat membedah sefalad ke dalam ruang retroperitoneal. Ini dapat menyebabkan syok, tanpa bukti kehilangan darah eksternal. Suatu hematoma jaringan lunak, biasanya pada vulva,mungkin terjadi setelah kelahiran tanpa laserasi atau episiotomi dan juga dapat ikut menyebabkan kehilangan darah yg samar.
Ruptura rahim spontan selama persalinan jarang terjadi (satu dalam setiap 1900 persalinan) tetapi biasanya mengakibatkan perdarahan intraperitoneal yg bermakna. Ruptura rahim juga dapat terjadi akibat cedera perut oleh benda tumpul pada saat kecelakaan mobil. Faktor predisposisi untuk ruptura rahim,tertutama akibat seksio sesaria klasik yang sebelumnya (hacker/moore, 2001)
TABEL 1
Tanda-Tanda Syok
Syok Awal
Syok Lanjut
Terbangun,sadar,cemas
Denyut nadi agak cepat (110 permenit atau lebih)
Pernapasan sedikit lebih cepat (30 tarikan nafas permenit atau lebih)
Pucat
Tekanan darah rendah-ringan (sistolik kurang dari 90mmHg)
Pengeluaran urine 30cc perjam atau lebih
Bingung atau tidak sadar
Denyut nadi cepat dan lemah

Napas pendek dan sangat cepat

Pucat dan dingin
Tekanan darah sangat rendah

Pengeluaran urine kurang dari 30cc perjam
(Safe motherhood,modul dasar 2001)

Faktor penyebab
1.        Atonia uteri (> 75%), atau uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan
        pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir).  (JNPKR, Asuhan Persalinan Normal,        
        Depkes Jakarta ; 2002).
2.      Robekan (laserasi, luka) jalan lahir atau robekan yang terjadi pada jalan lahir bisa
       disebabkan oleh robekan spontan atau memang sengaja dilakukan episiotomi, robekan
        jalan lahir dapat terjadi di tempat: robekan servik, perlukaan vagina, robekan perinium.
3.      Retensio plasenta dan sisa plasenta (plasenta tertahan di dalam rahim baik sebagian atau
      seluruhnya).
4.      Inversio uterus (uterus keluar dari rahim).
5.      Gangguan pembekuan darah (koagulopati).

Langkah – langkah penanganan
(a)    Pijat uterus agara berkontraksi dan keluarkan bekuan darah
(b)   Kaji kondisi pasien (denyut jantung, tekanan darah, warna kulit, kesadaran, kontraksi
       uterus) dan perkirakan banyaknya darah yang keluar.
(c)    Berikan oksitosin (10 IU IV dan ergometrin 0,5 IV.  Berikan melalui IM apabila tidak
       bisa melalui IV)
(d)   Siapkan donor untuk transfuse, ambil darah untuk kroscek, berikan NaCl 11/15 menit
      apabila pasien mengalami syok (pemberian infuse sampai sekitar 3 Lt untuk mengatasi
      syok)
(e)    Kandung kemih selalu dalam kondisi kosong
(f)    Awasi agar uterus dapat terus berkontraksi dengan baik
(g)   Jika perdarahan persisten dan uterus tetap rileks, lakukan kompresi bimanual
(h)   Jika perdarahan persisten dan uterus berkontraksi dengan baik, maka lakukan
       pemeriksaan pada vagina dan serviks untuk menemukan laserasi yang menyebabkan
       perdarahan tersebut
(i)     Jika ada indikasi bahwa mungkin terjadi infeksi yang diikuti dengan demam, menggigil,
       lokhea yang berbau busuk, segera berikan antibiotic berspektrum luas
(j)     Lakukan pencatatan yang akurat

Langkah awal penanganan perdarahan sekunder
a)      Prioritas dalam penatalaksanaan HPP sekunder (sama dengan HPP primer)
b)      Masukkan pasien ke rumah sakit sebagai salah satu kasus kedaruratan
c)      Percepatan kontraksi dengan cara melakukan massage uterus, jika uterus masih teraba
d)     Kaji kondisi pasien, jika pasien di daerah terpencil mulailah sebelum dilakukan rujukan

e)      Berikan oksitosin (oksitosin 10 IU IV dan ergometrin 0,5 IV. Berikan melalui IM apabila        
       tidak bisa melalui IV)
f)       Siapkan darah untuk transfuse, ambil darah untuk cross cek, berikan NaCl 11/15 menit
       apabila pasien mengalami syok (pemberian infuse sampai sekitar 3 Lt untuk mengatasi
       syok), pada kasus syok yang parah gunakan plasma ekspander
g)      Awasi agar uterus tetap berkontraksi dengan baik.  Tambahkan 40 IU oksitosin dalam 1
       liter cairan infuse dengan tetesan 40 tetes/menit
h)      Berikan antibiotic berspektrum luas
i)        Jika mungkin siapkan pasien untuk pemeriksaan segera di bawah pengaruh anastesi.

Prosedur tetap (protal): Langkah yang harus dilakukan pertama penanganan perdarahan:
a.       Melakukan anamnesa
b.      Memeriksa bahwa uterus kenyal dan berkontraksi baik
c.       Memastikan jumlah darah yang hilang
d.      Memeriksa kondisi umum (misal kepucatan, tingkat kesadaran)
e.       Memeriksa tanda – tanda vital
f.       Memeriksa asupan cairan (setelah pasien stabil cairan IV harus diberikan rata – rata 1
       liter dalam 6 – 8 jam )
g.      Jika dilakukan transfuse darah harus di pantau dan volume yang ditransfusikan harus di
       catat sebagai asupan cairan
h.      Ukur pengeluaran urine dan membuat catatan yang akurat



Konsep dasar
Suatu keadaan klinis yang akut pada seorang penderita, yang bersumber pada berkurangnya perfusi jaringan dengan darah, akibat gangguan pada sirkulasi mikro
Peristiwa – peristiwa yang dapat menimbulkan syok dalam praktek kebidanan adalah : perdarahan, infeksi berat, solution plasenta, perlukaan dalam persalinan, inversion uteri, emboli air ketuban, gangguan dua atau lebih factor di atas.

Factor predisposisi dalam praktek kebidanan
a.       Anemia
b.      Gangguan gizi
c.       Partus lama disertai dengan dehidrasi dan asidosis

Penanganan secara umum
Memberikan jaminan kelancaran ventilasi, beri cairan infuse, tanggulangi penyebab terjadinya syok

Penanganan syok hemoragik
Yang penting dilakukan bidan adalah :
-         Siapkan diri dengan keyakinan bahwa kita telah benar mendeteksi penyebab syok
-         Lakukan penanganan dengan cepat dan tepat
-         Ketersediaan obat dan alat – alat
-         Hentikan perdarahan dan mengganti kehilangan darah, pasien di posisikan trendelenberg,
       jangan sampai kedinginan, jaga jalan nafas dengan posisi dan melonggarkan pakaian   
       pasien lalu berikan oksigen 100% kira – kira 51/menit melalui jalan nafas
-         Berikan infuse NaCl 0,9%, RL, dekstran, plasama, dsb dengan memasang tekanan vena

       pusat (CVP) dan keadaan dieresis untuk mengukur keluar masuk cairan dengan cepat

Penanganan syok septic
-         Perhatikan kelancaran ventilasi, kemudian berikan oksigen diberikan dengan masker, jika
       perlu gunakan pipa endotrakial atau trakeotomi (dilakukan oleh dokter) serta oksigenasi  
       100%
-         Ibu harus mendapatkan cukup cairan dengan larutan garam 0,9 %,RL, Dekstran dan
       sebagainya dengan menggunakan CVP
-         Bicarbonate natrikus umenghindari asidosis metabolic
-         Berikan antibiotic berspektrum luas dan dosis tinggi secara intravena sebelum jenis
       kuman di ketahui (sesuai instruksi dokter)
-         Pemberian klukortikoid besar manfaatnya pada penderita ini misalnya dexamethason
      3mg/kg berat badan, suntikan jika perlu di ulangi 4 jam kemudian




Kesimpulan
Pada umumnya perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40% - 60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan biasa di akibatkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta.Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus. Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan tapi jika lepas sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikai untuk mengeluarkannya.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan post partum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi post partum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini.


DAFTAR PUSTAKA


Hacker,Neville F,George Moore. ESENSIAL OBSTETRI DAN GINEKOLOGI.edisi bahasa Indonesia,Jakarta :Hipokrates 2001
Sylvia Verrals.Modul Hemoragi Post Partum, Jakarta : ECG 2001
Sastrawinata, Prof. R. Sulaiman. Obstetri Patologi,Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung : Elstar Offset 1984
Derek Llewellyn- Jones, Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi Edisi . Jakarta : Hipokrates 2001