A.
Latar Belakang
Angka kematian ibu ( AKI ) di Indonesia saat ini menjadi permasalahan yang
sangat serius dan masih tertinggi di Asia. AKI Indonesia tahun 2007 adalah
307/100.000 kelahiran hidup ( SDKI, 2007 ). Dengan perhitungan ini,
diperkirakan setiap jam dua orang perempuan mengalami kematian karena hamil
atau melahirkan akibat komplikasi pada masa hamil atau persalinan. AKI pada
proses persalinan dan kehamilan cukup tinggi. Bahkan target dari Millenium
Development Goals ( MDGs ) adalah menurunkan AKI di Indonesia sebanyak 75% pada
tahun 2015. Dengan demikian ditargetkan penurunan hingga 102/100.000 kelahiran
hidup pada 2015.
Enam penyebab tingginya angka kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan,
eklampsia, aborsi tidak aman ( Unsafe abortion ), partus lama, dan infeksi.
Faktor lain yang meningkatkan AKI adalah buruknya gizi perempuan, yang dikenal
dengan kekurangan energi kronis ( KEK ) dan anemia.
Persalinan dan kelahiran merupakan suatu kejadian fisiologis yang normal
dalam kehidupan manusia. Lebih dari 80% proses persalinan berjalan normal, dan
hanya 15-20% terjadi komplikasi persalinan. Namun jika tidak ditangani dengan
baik, angka kejadian komplikasi tersebut dapat meningkat.
Salah satu penyebab penyulit pada kala III adalah atonia uteri dan retensio
plasenta.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan post partum dini ( 50%
), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi post partum.
Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah
melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan post
partum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium
yang mengelilingi pembuluh darah yang
memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi
apabila serabut-serabut miometrium tdak berkontraksi.
Sedangkan retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama
setengah jam setelah kelahiran bayi.Plasenta harus dikeluarkan karena dapat
menimbulkan bahaya perdarahan,infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi
plasenta inkarserata dapat terjadi polip plasenta dan terjadi degenerasi ganas
korio karsinoman ( Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
Untuk Pendidikan Bidan, hal 300 ).
Atonia uteri dan retensio plasenta masih sebagai satu penyebab terbesar
terjadinya perdarahan post partum dan kematian maternal ,maka dari itu perlu
penanganan yang tepat.
B. Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui tentang Penyulit kala III dan IV persalinan ( Atonia Uteri dan Retensio Plasenta )
A. PERSALINAN
DENGAN PENYULIT KALA III
Penyulit Kala III Persalinan
Yang dinamakan perdarahan pasca persalinan secara tradisional ialah
perdarahan yang melebihi 500 cc pada kala III. Perdarahan pasca persapersalinan
sekarang dapat dibagi menjadi :
· Perdarahan pascapersalinan dini adalah perdarahan 7,500 cc pada 24 jam
pertama setelah persalinan
·
Perdarahan
pascapersalinan lambat ialah perdarahan 7,500 cc setelah 24 jam persalinan
Perdarahan pascapersalinan merupakan penyebab penting kematian ibu:1/4 dari kematian ibu disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan tidak menyebabkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditasnifas karena anemia akan menurunkan daya tekan tubuh sehingga sangat penting untuk mencegah perdarahan yang banyak.
Perdarahan pascapersalinan merupakan penyebab penting kematian ibu:1/4 dari kematian ibu disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan tidak menyebabkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditasnifas karena anemia akan menurunkan daya tekan tubuh sehingga sangat penting untuk mencegah perdarahan yang banyak.
1. ATONIA UTERI
Pengertian
Atonia Uteri
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak
perdarahan pospartum dini (50%), dan
merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum.
Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah
melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan pospartum
secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang
mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta.
Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi. Batasan: Atonia
uteri adalah uterus yang tidak berkontraksi setelah janin dan plasenta lahir.
Sebagian besar perdarahan masa nifas (75 sampai
80 persen) adalah akibat atonia uteri. Faktor faktor yang menyebabkan
predisposisi untuk atonia uteri masa
nifas.
Cedera selama kelahiran adalah penyebab
perdarahan masa nifas yang nomor dua terbanyak ditemukan. Selama kelahiran
pervaginam, laserasi pada serviks dan vagina dapat terjadi secara spontan
tetapi lebih sering ditemukan setelah penggunaan forsep atau ekstraktor vakum.
Dinding pembuluh darah dalam jalan lahir mengembangkan selama kehamilan, dan
dapat terjadi perdarahan yang banyak. (hacker/moore,2001)
Penyebab :
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan
melahirkan dengan faktor predisposisi (penunjang ) seperti :
Ø Overdistention uterus seperti:
gemeli makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi.
Ø Umur yang terlalu muda atau
terlalu tua.
Ø Multipara dengan jarak kelahiran
pendek
Ø Partus lama / partus terlantar
Ø Malnutrisi.
Ø Penanganan salah dalam usaha
melahirkan plasenta, misalnya plasenta belum terlepas dari inding uterus.
Gejala Klinis:
· Uterus tidak berkontraksi dan lunak
· Perdarahan segera setelah plasenta dan janin lahir (P3).
Pencegahan atonia uteri
Atonia uteri dapat dicegah dengan Managemen
aktif kala III, yaitu pemberian oksitosin segera setelah bayi lahir (Oksitosin
injeksi 10U IM, atau 5U IM dan 5 U Intravenous atau 10-20 U perliter
Intravenous drips 100-150 cc/jam. Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat
mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat
mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif kala III
dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan
transfusi darah.Oksitosin mempunyai onset yang cepat, dan tidak menyebabkan
kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti preparat ergometrin. Masa
paruh oksitosin lebih cepat dari Ergometrin yaitu 5-15 menit. Prostaglandin
(Misoprostol) akhir-akhir ini digunakan sebagai pencegahan perdarahan
postpartum.
Penanganan Atonia Uteri (Penanganan Umum)
· Mintalah Bantuan. Segera mobilisasi tenaga yang ada dan siapkan fasilitas
tindakan gawat darurat.
·
Lakukan pemeriksaan cepat keadaan umum ibu
termasuk tanda vital.
·
Jika dicurigai adanya syok segera lakukan
tindakan. Jika tanda -tanda syok tidak terlihat, ingatlah saat melakukan
evaluasi lanjut karena status ibu tersebut dapat memburuk dengan cepat.
·
Jika terjadi syok, segera mulai penanganan
syok.oksigenasi dan pemberian cairan cepat, Pemeriksaan golongan darah dan
crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
·
Pastikan bahwa kontraksi uterus baik:
·
Lakukan pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan
darah. Bekuan darah yang terperangkap di uterus akan menghalangi kontraksi
uterus yang efektif. berikan 10 unit oksitosin IM
·
Lakukan kateterisasi, dan pantau cairan
keluar-masuk.
·
Periksa kelengkapan plasenta Periksa kemungkinan
robekan serviks, vagina, dan perineum.
·
Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji
beku darah.
· Setelah perdarahan teratasi (24 jam setelah perdarahan berhenti), periksa
kadar Hemoglobin:
o Jika Hb kurang dari 7 g/dl atau hematokrit kurang dari 20%( anemia
berat):berilah sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 120 mg ditambah asam
folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan.
o Jika Hb 7-11 g/dl: beri sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 60 mg
ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan.
Penanganan Khusus
Ø Kenali dan tegakkan diagnosis
kerja atonia uteri.
Ø Teruskan
pemijatan uterus.Masase uterus akan menstimulasi kontraksi uterus yang
menghentikan perdarahan.
Ø Oksitosin dapat diberikan
bersamaan atau berurutan
Ø Jika uterus
berkontraksi.Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus
berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi
dan jahit atau rujuk segera.
Ø Jika uterus
tidak berkontraksi maka :Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari
vagina & ostium serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong. Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan
lakukan transfusi sesuai kebutuhan.
Ø Jika perdarahan
terus berlangsung:
Ø Pastikan plasenta plasenta lahir
lengkap;Jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta (tidak adanya bagian permukaan
maternal atau robeknya membran dengan pembuluh darahnya), keluarkan sisa
plasenta tersebut.Lakukan uji pembekuan darah sederhana.
Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati.
Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati.
Ø Jika
perdarahan terus berlangsung dan semua tindakan di atas telah dilakukan,
lakukan:
Kompresi bimanual internal atau Kompresi aorta abdominalis Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
Kompresi bimanual internal atau Kompresi aorta abdominalis Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
Ø Jika uterus
berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-lahan dan
pantau kala empat dengan ketat.Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan
keluarga untuk mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan
perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika
hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500
ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500
ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI,Jika uterus berkontraksi, pantau ibu
dengan seksama selama kala empat.
Ø Jika uterus
tidak berkontraksi maka rujuk segera.
Konsep Dasar
Atonia uteria (relakasai otot uterus) adalah Uteri
tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri
(plasenta telah lahir). (Depkes Jakarta ; 20 02)
Definisi dari atonia uteri adalah suatu keadaan
dimana terjadinya kegagalan otot rahim yang menyebabkan pembuluh darah pada bekas
implantasi plasenta terbuka sehingga menimbulkan perdarahan.
Etiologi
Penyebab tersering kejadian pada ibu dengan
atonia uteri antara lain :
a)
Overdistension uterus seperti: gemeli,
makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi
b)
Umur yang terlalu muda atau tua
c)
Multipara dengan jarak kehamilan pendek
d)
Partus lama/partus terlantar
e)
Mal nutrisi
f)
Salah penanganan dalam usaha melahirkan
plasenta, sedangkan sebenarnya belum terlepas dari uterus
g)
Grandemultipara
h)
Uterus yang terlalu tegang
i)
Plasenta previa dan solusio plasenta
j)
Hipertensi dalam kehamilan
k)
Infeksi uterus
l)
Anemia berat
m)
Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam
persalinan
n)
Riwayat perdarahan pasca persalinan sebelumnya,
riwayat plasenta manual
o)
Pimpinan kala III yang salah dengan memijit
mijit atau mendorong – dorong uterus sebelum plasenta terlepas
p)
IUFD yang sudah lama
q)
Penyakit hati
r)
Emboli air ketuban (koagulapati)
s)
Tindakan operatif dengan anastesi umum yang
terlalu dalam
Manifestasi klinik
Tanda dan gejala yang khas pada atonia uteri
jika kita menemukan uterus tidak berkontraksi dan lembek, perdarahan segera
setelah anak lahir (post partum primer)
Penanganan
khusus
Jika
terdapat tanda – tanda sisa plasenta, keluarkan sisa plasenta tersebut, lakukan
uji pembekuan darah sederhana, jika perdarahan terus berlanjut dan tindakan di
atas telah dilakukan, lakukan KBI, kompresi aorta abdominalis, jika perdarahan
terus berlanjut setelah di lakukan kompresi lakukan ligasi arteri uterine dan
ovarika, lakukan histeroktomi jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa
setelah ligasi
Kompresi Uterus Bimanual.
Peralatan : sarung tangan steril; dalam keadaan sangat gawat; lakukan dengan
tangan telanjang yang telah dicuci
Teknik :
· Basuh genetalia eksterna dengan larutan disinfektan; dalam kedaruratan
tidak diperlukan,
· Eksplorasi dengan tangan kiri
· Sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina.Tangan kanan (luar) menekan
dinding
abdomen diatas fundus uteri dan menangkap uterus dari belakang atas.
· Tangan dalam menekan uterus keatas terhadap tangan luar,ia tidak hanya
menekan
uterus,
tetapi juga meregang pembuluh darah aferen sehingga menyempitkan lumennya.
· Kompresi uterus bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan dalam waktu 10-15
menit.
Biasanya ia sangat baik
mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan perdarahan secara
sempurna.Bila uterus refrakter oksitosin, dan perdarahan tidak berhenti setelah
kompresi bimanual, maka histerektomi tetap merupakan tindakan terakhir.
KBI ( kompresi bimanual interna) dan KBE
(kompresi bimanual eksterna)
Kompresi bimanual interna dan eksterna merupakan
salah satu upaya pertolongan pertama pada perdarahan pasca persalinan yang
disebabkan oleh atonia uteri. Tindakan ini bertujuan menjepit pembuluh darah
dalam dinding uterus serta merangsang miometrium untuk berkontraksi. Kompresi
Bimanual Interna harus segera dilakukan apabila uterus tidak berkontraksi dalam
15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (masase) pada fundus uteri. Karena
ada intervensi tangan penolong yang masuk ke dalam jalan lahir, tindakan ini
lebih dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi pada pasca partum. Oleh
karena itu, penerapan teknik septik-aseptik sangat membantu dalam menurunkan
angka kejadian infeksi setelahnya. Kompresi bimanual interna dan eksterna
dikerjakan dengan disertai pemberian cairan infus yang ditambahkan uterotonika
(oksitosin 20 UI ) didalamnya.
Bila kompresi bimanual pada uterus tidak
berhasil dan perdarahan tetap terjadi lakukan kompresi aorta , cara ini
dilakukan pada keadaan darurat sementara penyebab perdarahan sedang dicari.Sesuai
standar pelayanan kebidanan (standar 20: penanganan perdarahan postpartum
primer) bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24 jam pertama
setelah persalinan (perdarahan post partum primer) dan segera melakukan
pertolongan pertama kegawat daruratan untuk mengendalikan perdarahan.. Dengan
demikian, suatu keharusan bagi bidan untuk mampu dan kompeten melakukan
tindakan Kompresi Bimanual Interna dan Eksterna dan Kompresi Aorta Abdominal
pada pasien dengan atonia uteri.
2. RETENSIO PLASENTA
Pengertian
Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah plasenta masih berada
didalam uterus selama lebih dari satu jam. Karena retensio plasenta menimbulkan
perdarahan, harus diambil tindakan untuk mengeluarkan nya. Penyebab retensio
plasenta adalah: -plasenta yang sudah terlepas atau sebagian terlepas kalau,
setelah suntikan oksitosin, serviks yang menutup menghalanginya.
o Retensio
Plasenta adalah plasenta yang belum lepas setelah bayi lahir, melebihi
waktu setengah jam (Manuaba, 2001: 432).
o Retensio
Plasenta ialah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga 30 menit atau
lebih setelah bayi (Syaifudin AB, 2001).
o
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir daam waktu 1 jam setelah
bayi lahir (Rsustam Mochtar, 1998 : 299).
Istilah retensio plasenta dipergunakan, kalau
plasenta belum lahir ½ jam sesudah anak lahir.
Sebab sebab :
1. Sebab sebab
fungsioniil
· his kurang kuat (sebab terpenting)
· plasenta sukar terlepas karena :
-
Tempatnya : insersi di sudut tuba
-
Bentuknya : plasenta membranacea, plasenta
anularis.
-
Ukurannya : plasenta yang sangat kecil
Plasenta
yang sukar lepas karena sebab-sebab tersebut di atas disebut plasenta
adhaesiva.
2. Sebab patologi-anatomis:
·
placenta accrete
·
placenta increta
·
placenta percreta
(Obstetri Patologi,Fakultas Kedokteran
Universitas Padjajaran,Bandung)
Atonia uterus,yang disertai oleh perdarahan
Perlengketan
plasenta abnormal.dalam keadaan yang relatif jarang ini (>1:1500 kelahiran),
trofoblas menginvasi desidua dan miometrium dalam berbagai derajat yang berbeda
(plasenta akreta) atau mengadakan penetrasi ke lapisan serosa (plasenta
perkreta). (DEREK LLEWELLYN – JONES)
Penyebab
a. Plasenta belum lepas
dari didnding uterus
b. Plasenta sudah lepas
tetapi belum dilahirkan (disebabkan karena tidak adanya usaha untuk melahirkan
atau karena salah penanganan kala III)
c. Kontraksi uterus
kurang kuat untuk melepaskan plasenta
d. Plasenta melekat erat pada dinding
uterus oleh sebab vili korealis menembus desidua sampai miometrium-sampai
dibawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta)
Penatalaksanaan
a.
Jika plasenta terliahat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengejan. Jika
anda dapat
merasakan adanya plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut.
b. Pastikan kandung kemih
sudah kosong. Jika diperlukan, lakukan katerisasi kandung
kemih
c. Jika plasenta
belum keluar, berikan oksitosin 10 Unit IM, jika belum dilakukan dalam \
penanganan aktif kala III
d. Jika plasenta belum
dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin dan uterus terasa
berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali
e. Jika traksi tali
pusat terkendali belum berhasil, cobalan untukmengeluarkan plasenta
secara manual. Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji pembekuan
darah
sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya
bekuan
lunak yang dapat pecah dengan
mudam menunjukan koagulapati
f. Jika terdapat
tanda-tanda infeksi (demam, secret vagina yang berbau), berikan antibiotik
untuk metritis.
3. ROBEKAN JALAN LAHIR
Pengertian Robekan Jalan Lahir
Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi
rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan
jalan lahir.
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua
tersering dari perdarahan postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan
atonia uteri. Perdarahan postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik
biasanya disebabkan oleh robelan servik atau vagina.
Robekan Serviks
Robekan Serviks
Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks
sehingga servik seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan
pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar
ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti,
meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan
baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan servik uteri.
RobekanVagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan
luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan
biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam,
terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding
lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.Robekan Perineum Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan
pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum
umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir
terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin
melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum
ferensia suboksipito bregmatika
4. INVERSIO UTERI
Pengertian Inversio Uteri
Adalah pembalikan bagian dalam luar pada rahim
dalam tahap persalinan ketiga. Ini amat jarang terjadi hanya pada sekitar satu
dari 20.000 kehamilan. Segera setelah tahap kedua,rahim agal bersifat
atonik,serviks terbuka,dan plasenta melekat. Penanganan tak semestinya pada
tahap ketiga dapat menyebabakan inversio uteri iatrogenik (hacker/moore 2001)
Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk kedalam kavum uteri, dapat secara mendadak atau perlahan.
Kejadian ini biasanya disebabkan pada saat melakukan persalinan plasenta secara
Crede, dengan otot rahim belum berkontraksi dengan baik. Inversio uteri memberikan
rasa sakit yang dapat menimbulkan keadaan syok adapun menyebutkan bahwa
inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau
seluruhnya kedalam kavum uteri.
Pada
inversio uteri, uterus terputar balik, sehingga fundus uteri terdapat dalam
vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar. Keadaan ini disebut inversio
inversio uteri completa.
Kalau hanya
fundus menekuk ke dalam dan tidak keluar ostuim uteri, disebut inversio uteri
incomplete. Kalau uterus yang berputar balik itu keluar dari vuva, disebut
inversio prolaps.
Inversio
uteri jarang terjadi, tetapi jika terjadi dapat menimbulkan shock yang berat. (
obstetri patologi,1984)
Pada
inversio uteri, uterus terputar balik, sehingga fundus uteri terdapat dalam
vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar. Keadaan ini disebut inversio
inversio uteri completa.
Kalau hanya
fundus menekukke dalam dan tidak keluar ostuim uteri, disebut inversio uteri
incompleta
Kalau uterus
yang berputar balik itu keluar dari vuva, disebut inversio prolaps.
Inversio
uteri jarang terjadi, tetapi jika terjadi dapat menimbulkan shock yang berat. (
obstetri patologi,1984)
Pada inversio uteri, uterus terputar baik sehingga fundus uteri terdapat
dalam vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar. Keadaan ini disebabkan
inversio uteri komplek.
Jika hanya fundus menekuk ke dalam dan tidak keluar astium uteri, disebut inversio uteri inkomplet. Jika uterus yang berputar balik itu keluar dari vulva, disebut insersio prolaps. Inversio uteri jarang terjadi, tetapi jika terjadi, dapat menimbulkan syok yang hebat.
Penyebab Inversio Uteri
1. Tonus otot rahim yang lemah
2. Tekanan atau tarikan pada fundus (tekanan intraabdominal, tekanan dengan
Jika hanya fundus menekuk ke dalam dan tidak keluar astium uteri, disebut inversio uteri inkomplet. Jika uterus yang berputar balik itu keluar dari vulva, disebut insersio prolaps. Inversio uteri jarang terjadi, tetapi jika terjadi, dapat menimbulkan syok yang hebat.
Penyebab Inversio Uteri
1. Tonus otot rahim yang lemah
2. Tekanan atau tarikan pada fundus (tekanan intraabdominal, tekanan dengan
tangan, dan tarikan pada tali pusat)
3. Kanalis servikalis yang longgar.
3. Kanalis servikalis yang longgar.
Oleh karena itu, inversio uteri
dapat terjadi saat batuk, bersin atau mengejan,
juga karena perasat crede.
Gejala-gejala
1. Syok
2. Fundus uteri sama sekali tidak teraba tekukan pada fundus
3. Kadang-kadang tampak sebuah tumor yang merah di luar vulva ialah fundus
1. Syok
2. Fundus uteri sama sekali tidak teraba tekukan pada fundus
3. Kadang-kadang tampak sebuah tumor yang merah di luar vulva ialah fundus
uteri yang terbaik atau teraba tumor dalam
vagina.
4. Perdarahan.
4. Perdarahan.
Pragnosis
Makin lambat keadaan ini diketahui dan diobati makin buruk pragnosisnya. Tetapi jika pasien dapat mengatasi 48 jam dengan inversio uteri, pragnosis akan baik.
Terapi
1. Atasi syok dengan pemberian infus ringer taktat dan bila perlu transfusi darah
2. Reposisi manual dalam anestesi umur sesudah syok teratasi (secara Johnson). Jika plasenta belum lepas, baiknya plasenta jangan dilepaskan dulu sebelum uteri di reposisi berhasil, diberi drip oksitosin dan dapat juga dilakukan kompresi bimanual. Pemasangan tampon rahim dilakukan supaya tidak terjadi lagi insersio.
3. Jika reposisi manual tidak berhasil, dilakukan reposisi operatif.
Uterus dikatakan inversi jika uterus terbalik
selama pelahiran plasenta. Reposisi uterus harus dilakukan segera. Semakin lama
cincin konstriksi di sekitar uterus yang inversi semakin kaku dan uterus lebih
membengkak karena terisi darah.
-
Jika ibu
mengalami nyeri hebat, berikan petidin 1mg/kg berat badan (tetapi tidak lebih
dari 100mg) melalui IM atau IV secara
perlahan atau berikan morfin 0,1mg/kg berat
badan melalui IM.
- Jika perdarahan berlanjut, kaji status pembekuan darah dengan menggunakan
uji
pembekuan darah di sisi tempat tidur. Kegagalan darah untuk membeku setelah
tujuh
menit atau terbentuk bekuan darah lunak yang mudah pecah menunjukan
koagulopati.
- Berikan dosis tunggal antibiotik profilaksi setelah memperbaiki inversi
uterus.
- Ampisilin 2g melalui IV DITAMBAH metronidazol 500mg melalui IV
- Atau sefazolin 1g melalui IV DITAMBAH metrinidazol 500mg melalui IV
Jika
terdapat tanda tanda infeksi (demam,rabas vagina berbau busuk),berikan
antibiotik sebagaimana untuk mengobati metritis
Jika
dicurigai terjadi nekrosis, lakukan histerektomi per vagina. Histerektomi per
vagina dapat memerlukan rujukan ke pusat perawatan tersier. (buku saku
manajemen komplikasi kehamilan dan persalinan, 2006)
B. PERSALINAN PENYULIT KALA IV
Definisi
Yang
dimaksud dengan perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24
jam setelah persalinan berlangsung.Haemorragic post partum (HPP) biasanya
kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah melahirkan (Marylin E
Doengoes, 2001). Perdarahan post partum tahap
primer: perdarahan post partum terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab:
atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir, terbanyak
dalam 2 jam pertama.
Perdarahan post partum tahap sekunder: perdarahan post partum terjadi
setelah 24 jam pertama. Penyebab: robekan jalan lahir, dan sisa plasenta
atau membrane.
Syok obstetrik
Pasien kadang kadang dapat mengalami hipotensi
tanpa perdarahan luar yg bermakna. Keadaan ini disebut syok obstetrik. Penyebab
syok obstetrik antara lain adalah perdarahan yang tersembunyi,inversi rahim,dan
embolisme cairan amnion.
Kalau jahitan pertama pada apeks vadina dari
insisi epiostomi tidak memadukan potongan dan arteriol yang direktasi,arteriol
dapat terus bertambah,menimbulkan suatu hematoma yang dapat membedah sefalad ke
dalam ruang retroperitoneal. Ini dapat menyebabkan syok, tanpa bukti kehilangan
darah eksternal. Suatu hematoma jaringan lunak, biasanya pada vulva,mungkin
terjadi setelah kelahiran tanpa laserasi atau episiotomi dan juga dapat ikut
menyebabkan kehilangan darah yg samar.
Ruptura rahim spontan selama persalinan jarang
terjadi (satu dalam setiap 1900 persalinan) tetapi biasanya mengakibatkan
perdarahan intraperitoneal yg bermakna. Ruptura rahim juga dapat terjadi akibat
cedera perut oleh benda tumpul pada saat kecelakaan mobil. Faktor predisposisi
untuk ruptura rahim,tertutama akibat seksio sesaria klasik yang sebelumnya
(hacker/moore, 2001)
TABEL 1
Tanda-Tanda Syok
|
|
Syok Awal
|
Syok Lanjut
|
Terbangun,sadar,cemas
Denyut
nadi agak cepat (110 permenit atau lebih)
Pernapasan
sedikit lebih cepat (30 tarikan nafas permenit atau lebih)
Pucat
Tekanan
darah rendah-ringan (sistolik kurang dari 90mmHg)
Pengeluaran
urine 30cc perjam atau lebih
|
Bingung
atau tidak sadar
Denyut
nadi cepat dan lemah
Napas
pendek dan sangat cepat
Pucat dan
dingin
Tekanan
darah sangat rendah
Pengeluaran
urine kurang dari 30cc perjam
|
(Safe motherhood,modul dasar 2001)
Faktor penyebab
1.
Atonia uteri (> 75%), atau uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik
setelah dilakukan
pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (JNPKR, Asuhan
Persalinan Normal,
Depkes Jakarta ; 2002).
2.
Robekan (laserasi, luka) jalan lahir atau
robekan yang terjadi pada jalan lahir bisa
disebabkan oleh robekan spontan atau memang sengaja dilakukan episiotomi,
robekan
jalan lahir dapat terjadi di tempat: robekan servik, perlukaan vagina, robekan
perinium.
3.
Retensio plasenta dan sisa plasenta (plasenta
tertahan di dalam rahim baik sebagian atau
seluruhnya).
4.
Inversio uterus (uterus keluar dari rahim).
5.
Gangguan pembekuan darah (koagulopati).
Langkah – langkah penanganan
(a) Pijat uterus
agara berkontraksi dan keluarkan bekuan darah
(b) Kaji kondisi pasien (denyut
jantung, tekanan darah, warna kulit, kesadaran, kontraksi
uterus) dan perkirakan banyaknya darah yang keluar.
(c) Berikan
oksitosin (10 IU IV dan ergometrin 0,5 IV. Berikan melalui IM apabila
tidak
bisa melalui IV)
(d) Siapkan donor untuk transfuse,
ambil darah untuk kroscek, berikan NaCl 11/15 menit
apabila pasien mengalami syok (pemberian infuse sampai sekitar 3 Lt untuk
mengatasi
syok)
(e) Kandung
kemih selalu dalam kondisi kosong
(f) Awasi agar
uterus dapat terus berkontraksi dengan baik
(g) Jika perdarahan persisten dan
uterus tetap rileks, lakukan kompresi bimanual
(h) Jika perdarahan persisten dan
uterus berkontraksi dengan baik, maka lakukan
pemeriksaan pada vagina dan serviks untuk menemukan laserasi yang
menyebabkan
perdarahan tersebut
(i) Jika ada
indikasi bahwa mungkin terjadi infeksi yang diikuti dengan demam, menggigil,
lokhea
yang berbau busuk, segera berikan antibiotic berspektrum luas
(j) Lakukan
pencatatan yang akurat
Langkah awal penanganan perdarahan sekunder
a) Prioritas
dalam penatalaksanaan HPP sekunder (sama dengan HPP primer)
b) Masukkan
pasien ke rumah sakit sebagai salah satu kasus kedaruratan
c) Percepatan
kontraksi dengan cara melakukan massage uterus, jika uterus masih teraba
d) Kaji kondisi
pasien, jika pasien di daerah terpencil mulailah sebelum dilakukan rujukan
e) Berikan
oksitosin (oksitosin 10 IU IV dan ergometrin 0,5 IV. Berikan melalui IM apabila
tidak bisa melalui IV)
f) Siapkan darah untuk transfuse, ambil darah untuk cross cek, berikan NaCl
11/15 menit
apabila pasien mengalami syok (pemberian infuse sampai sekitar 3 Lt untuk
mengatasi
syok), pada kasus syok yang parah gunakan plasma ekspander
g) Awasi agar
uterus tetap berkontraksi dengan baik. Tambahkan 40 IU oksitosin dalam 1
liter cairan infuse dengan tetesan 40 tetes/menit
h) Berikan
antibiotic berspektrum luas
i) Jika mungkin siapkan pasien untuk pemeriksaan segera di bawah pengaruh
anastesi.
Prosedur tetap (protal): Langkah yang harus
dilakukan pertama penanganan perdarahan:
a. Melakukan anamnesa
b. Memeriksa
bahwa uterus kenyal dan berkontraksi baik
c. Memastikan jumlah darah yang hilang
d. Memeriksa
kondisi umum (misal kepucatan, tingkat kesadaran)
e. Memeriksa tanda – tanda vital
f. Memeriksa asupan cairan (setelah pasien stabil cairan IV harus diberikan
rata – rata 1
liter dalam 6 – 8 jam )
g. Jika
dilakukan transfuse darah harus di pantau dan volume yang ditransfusikan harus
di
catat sebagai asupan cairan
h. Ukur
pengeluaran urine dan membuat catatan yang akurat
Konsep dasar
Suatu keadaan klinis yang akut pada seorang
penderita, yang bersumber pada berkurangnya perfusi jaringan dengan darah,
akibat gangguan pada sirkulasi mikro
Peristiwa – peristiwa yang dapat menimbulkan
syok dalam praktek kebidanan adalah : perdarahan, infeksi berat, solution
plasenta, perlukaan dalam persalinan, inversion uteri, emboli air ketuban,
gangguan dua atau lebih factor di atas.
Factor predisposisi dalam praktek kebidanan
a. Anemia
b. Gangguan
gizi
c. Partus lama disertai dengan dehidrasi dan asidosis
Penanganan secara umum
Memberikan jaminan kelancaran ventilasi, beri
cairan infuse, tanggulangi penyebab terjadinya syok
Penanganan syok hemoragik
Yang penting dilakukan bidan adalah :
- Siapkan diri dengan keyakinan bahwa kita telah benar mendeteksi penyebab
syok
- Lakukan penanganan dengan cepat dan tepat
- Ketersediaan
obat dan alat – alat
- Hentikan
perdarahan dan mengganti kehilangan darah, pasien di posisikan trendelenberg,
jangan
sampai kedinginan, jaga jalan nafas dengan posisi dan melonggarkan pakaian
pasien
lalu berikan oksigen 100% kira – kira 51/menit melalui jalan nafas
- Berikan infuse NaCl 0,9%, RL, dekstran, plasama, dsb dengan memasang
tekanan vena
pusat (CVP) dan keadaan dieresis untuk mengukur keluar masuk cairan dengan
cepat
Penanganan syok septic
- Perhatikan kelancaran ventilasi, kemudian berikan oksigen diberikan dengan
masker, jika
perlu gunakan pipa endotrakial atau trakeotomi (dilakukan oleh dokter)
serta oksigenasi
100%
- Ibu harus mendapatkan cukup cairan dengan larutan garam 0,9 %,RL, Dekstran
dan
sebagainya dengan menggunakan CVP
- Bicarbonate natrikus umenghindari asidosis metabolic
- Berikan antibiotic berspektrum luas dan dosis tinggi secara intravena
sebelum jenis
kuman di ketahui (sesuai instruksi dokter)
- Pemberian klukortikoid besar manfaatnya pada penderita ini misalnya
dexamethason
3mg/kg berat badan, suntikan jika perlu di ulangi 4 jam kemudian
Kesimpulan
Pada umumnya perdarahan merupakan
penyebab kematian nomor satu (40% - 60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia.
Insidens perdarahan pasca persalinan biasa di akibatkan oleh atonia uteri dan
retensio plasenta.Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan
oleh gangguan kontraksi uterus. Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak
terjadi perdarahan tapi jika lepas sebagian maka akan terjadi perdarahan yang
merupakan indikai untuk mengeluarkannya.
Atonia uteri merupakan
penyebab terbanyak perdarahan post partum dini (50%), dan merupakan alasan
paling sering untuk melakukan histerektomi post partum. Kontraksi uterus
merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan.
Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Hacker,Neville
F,George Moore. ESENSIAL OBSTETRI DAN GINEKOLOGI.edisi bahasa Indonesia,Jakarta
:Hipokrates 2001
Sylvia
Verrals.Modul Hemoragi Post Partum, Jakarta : ECG 2001
Sastrawinata, Prof. R. Sulaiman. Obstetri
Patologi,Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung : Elstar Offset
1984
Derek Llewellyn- Jones, Dasar-dasar Obstetri dan
Ginekologi Edisi . Jakarta : Hipokrates 2001